kuta radio

Samsara Film Tentang Cinta, Obsesi, Keserakahan Manusia, Dan Karma Dari Segala Tindakan

Menu HOME Samsara Film Tentang Cinta, Obsesi, Keserakahan Manusia, Dan Karma Dari Segala Tindakan Kuta Radio 106 FM (Kuta Mania), Usaha Garin Nugroho membangkitkan film bisu ini sukses menyuguhkan pengalaman magis yang jarang dijumpai. Keberhasilan mendapatkan empat Piala Citra Festival Film Indonesia 2024 memanglah pantas dan masuk akal setelah menyaksikan film Samsara. Garin berangkat dengan cerita berlatar di Bali era 1930-an, tentang perjanjian gelap seorang laki-laki miskin dengan Raja Monyet agar mendapat restu menikahi sang kekasih yang berbeda kasta. Cerita bernuansa mistis itu dieksekusi dengan imajinasi liar yang mengawinkan banyak unsur. Format film bisu hitam putih kemudian menjadi pilar utama yang diusung sang sutradara. Konsep tersebut sebenarnya bukan hal baru bagi Garin. Ia pernah menggarap film dengan konsep serupa lewat Setan Jawa (2016). Namun, pemenang dua Piala Citra itu tampaknya masih bergairah mengembalikan kejayaan film bisu hitam putih yang pernah populer pada 1920-an. Ia beranjak dari mitologi Jawa di Setan Jawa menjadi mitologi Bali di Samsara. Dalam Samsara, Garin mengawinkan musik gamelan Bali dari Gamelan Yuganada dengan musik elektronik dari duo Gabber Modus Operandi (GMO). Garin lantas menulis dan menyutradarai Samsara dengan metode tersendiri yang ia sebut “kegilaan terukur,” sebuah dorongan mengerahkan imajinasi tapi tetap memerhatikan kapasitas teknis dalam mengeksekusi setiap ide. Hasilnya pun brilian. Saya merasakan pengalaman yang begitu kontras ketika menonton Samsara bila dibandingkan dengan film-film pakem modern kebanyakan. Format cine-concert berperan banyak dalam menghadirkan pengalaman tersebut. Cine-concert merupakan format yang menggabungkan film dengan musik secara live. Lewat cine-concert Samsara, kita bagaikan diajak masuk ke dunia sinematik Samsara yang memadu unsur klenik, mitologi, tarian, hingga sifat naluriah manusia. Garin yang juga menjadi penulis naskah kemudian menuturkan kisah cinta Darta (Ario Bayu) dan Sinta (Juliet Widyasari Burnett) di dunia tersebut. Cerita yang disajikan, bagi saya, tidak terlalu rumit, apalagi jika familier dengan cerita tradisional dan legenda di Indonesia. Samsara banyak berbicara tentang cinta, obsesi, keserakahan manusia, dan karma dari segala tindakan tersebut. Mitologi Bali juga rasanya menjadi inspirasi inti di film ini. Samsara banyak menunjukkan interaksi sekala dan niskala, kepercayaan masyarakat Bali tentang sesuatu yang terlihat dan tidak terlihat. Interaksi itu terlihat saat Darta melakukan ritual serta terlibat perjanjian dengan Raja Monyet untuk mengejar cintanya. Berbagai peristiwa terkutuk yang terjadi setelahnya juga begitu erat dengan urusan dua alam tersebut. Di sisi lain, interaksi antarmanusia tentu menjadi tantangan lain yang perlu diurus. Samsara cukup sukses menyuguhkan interaksi tersebut dengan tanpa dialog sama sekali. Penampilan impresif para pemeran membuat setiap karakter sanggup ‘berbicara’ dengan bahasa tubuh. Tari-tarian hingga scoring musik juga kian membuat film ini menjadi semakin hidup. Meski begitu, saya tidak menyangkal ada bagian membuat dahi berkerut. Beberapa adegan Samsara ditampilkan dengan pesan tersirat, sehingga berpotensi multitafsir bagi penonton. Dunia sinematik Samsara dipertegas lewat scoring musik dan sinematografi yang solid. Imajinasi liar Garin berhasil melebur dengan eksekusi orang-orang di balik audio visual film tersebut. Batara Goempar sebagai sinematografer sanggup menunaikan tugasnya menyuguhkan visual magis yang memanjakan mata. Kolaborasi lintas genre dari I Wayan Sudirana dan GMO juga sukses mengatur intensitas babak demi babak cerita Samsara. Adakala penonton merasa syahdu karena alunan gamelan, lalu berubah jadi sakral bak mengikuti sebuah ritual, hingga terasa mencekam karena gubahan musik elektronik yang menderu. Citra untuk kategori Penata Musik Terbaik, Pengarah Sinematografi Terbaik, hingga Penata Busana Terbaik. Satu Piala Citra lain yang dianugerahkan kepada Garin juga nyaris tidak terbantahkan. Ia sanggup menyajikan karya yang begitu mencolok di antara rilisan lain sepanjang tahun ini. Tantangan berikutnya bagi Samsara akan muncul saat film itu tayang reguler di bioskop, terutama untuk suguhan musik yang tidak lagi dimainkan secara langsung. Jika sanggup menawarkan sajian yang sebanding dengan versi cine-concert, Samsara menjadi salah satu film yang pantas disaksikan di layar lebar. RADIO NETWORK Copyright © Kuta Radio 106 FM | Powered By Erw

Bulan Sutena Alami Kejadian Mistis Saat Syuting Film Horor Eva Pendakian Terakhir 

Menu HOME Indonesia VS Arab Saudi, Indonesia Sukses Dapatkan 3 Point Kuta Radio 106 FM (Kuta Mania), Film drama horor Eva Pendakian Terakhir bakal menjadi pilihan tontonan yang tayang di bioskop di awal tahun nanti. Dibintangi Kiesha Alvaro dan Bulan Sutena, film ini mengisahkan perjalanan pendakian gunung di Sulawesi Selatan yang berujung tragedi. Kiesha Alvaro mengaku tertarik terlibat di film ini karena jarangnya Indonesia yang mengangkat kisah pendakian dan persahabatan. Apalagi banyak plot twist dan nuansa horor yang disuguhkan. “Terakhir mungkin film 5 CM. Nah, film ini juga mengisahkan persahabatan dan pendakian, tapi diselimuti kisah horor. Ada banyak plot twist di film ini,” ujar Kiesha Alvaro belum lama ini. Hal senada juga diungkap Bulan Suten atas keterlibatannya di film ini. Selain menceritakan tentang pendakian gunung yang disukainya, ia juga merasa related dengan karakter Eva yang diperankan. “Film ini sangat menarik karena mengangkat tema pendakian dan alam, sesuatu yang sangat saya sukai. Saya juga merasa terhubung dengan karakter Eva,” ungkapnya. Menurut Bulan, proses syuting menjadi pengalaman yang tak terlupakan baginya. Apalagi, ia mengaku mengalami kejadian mistis saat menjalani salah satu scene. “Saat itu ada adegan tidur, entah kenapa saya benar-benar tertidur. Kru mengatakan ada penampakan di depan saya, mengendus-endus wajah saya,” kenangnya. Tidak hanya menghadirkan kengerian, film ini menyampaikan pesan tentang nilai-nilai kehidupan, seperti menghormati alam dan adat. Film besutan sutradara Dedy Mercy ini akan tayang di bioskop mulai 16 Januari 2025. RADIO NETWORK Copyright © Kuta Radio 106 FM | Powered By Erw KUTA RADIO NETWORK

Open chat
Hallo Kuta Mania, Terimakasih Sudah Setia Mendengarkan Kuta Radio 106 FM.
Ada Yang Bisa Kami Bantu Atau Kuta Mania Mau request Lagu ??